Parpol Berbondong-Bondong Cari Keberuntungan di MK

Ratusan kasus gugatan hasil pemilihan umum (pemilu) masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hampir semua partai politik berbondong-bondong mengajukan keberatan terhadap keputusan komisi pemilihan umum (KPU) tentang hasil pemilu. Akankah ada keberuntungan di MK?

Satu per satu, palu sidang Mahkamah Konstitusi (MK) diketuk. Ini menandakan kasus demi kasus telah selesai disidangkan. Pasca penghitungan perolehan suara dan penetapan hasil perolehan suara partai politik dan calon anggota legislatif (caleg), ratusan kasus masuk ke MK.

Dalam konteks pemilu 2009, MK menerima kasus gugatan hasil pemilu hampir dari semua parpol. Berdasarkan keterangan dari Sekjen dan Kepaniteraan MK, Janedjri M. Gaffar, hanya dua partai lokal Aceh saja yang tidak mengajukan gugatan hasil pemilu legislatif. Selebihnya, 38 parpol nasional ditambah 4 partai lokal Aceh, dan tak ketinggalan 24 orang calon anggota DPD dari 15 provinsi menguji keberuntungan melalui MK.

Otong Abdurrahman, caleg DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Barat III berharap agar MK bersikap independen dan konsisten dalam mengeluarkan keputusan. MK harus tetap berpegang teguh pada aturan yang ada tanpa terpengaruh oleh tekanan politik dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan.

Terkait dengan hal itu, di hadapan panitera pengganti dan petugas persidangan, ketua MK, Mahfud MD menegaskan bahwa MK tidak dapat diintervensi dan tidak boleh tunduk oleh intervensi dari pihak manapun. Dalam proses persidangan perkara hasil pemilihan umum (PHPU), tentu saja MK harus lebih berhati-hati mengingat semua perhatian bangsa tertuju kepada MK.

Sejak, Senin (18/5/2009), MK telah menyidangkan perkara-perkara PHPU yang telah didaftarkan oleh para peserta pemilu beberapa waktu lalu. Dan ini akan berlangsung hingga pertengahan Juni 2009 nanti. Dari ratusan kasus yang diterima MK, beberapa masalah utama yang menjadi gugatan parpol meliputi, kasus jual beli suara, penggelembungan dan kesalahan penghitungan suara oleh KPU. Selain itu kekacauan daftar calon tetap (DCT), suara hilang, hilangnya jatah kursi, tertukarnya nomor urut, serta pelanggaran admnistrasi calon.

Partai Serikat Indonesia (PSI), misalnya, mengaku dirugikan dengan hilangnya jatah kursi parlemen hasil pemilu legislatif. Seharusnya PSI memperoleh tiga kursi di Kabupaten Jayawijaya, akan tetapi dari hasil rekapitulasi penghitungan suara KPU, PSI hanya mendapatkan dua kursi.

Menurut kuasa hukum PSI, Ira Zahara, penetapan suara oleh KPU merugikan PSI, sehingga keterwakilan partainya akan berkurang apabila jatah satu kursi yang menjadi hak PSI hilang. Berdasarkan penghitungan suara yang benar, PSI memperoleh suara sebanyak 2.163 dan harus mendapat tiga kursi.

Sejumlah partai lain yang memenuhi ketentuan parliamentary threshold pun tak mau ketinggalan. Misalnya, Partai Hanura, persoalkan perolehan suara di 19 dapil, PAN di 51 dapil, Partai Gerindra di 22 dapil, PPP di 35 Dapil, dan Partai Golkar adukan hilangnya suara di 49 dapil.

Partai Hanura meminta hakim MK membatalkan penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara nasional oleh KPU di beberapa daerah karena dinilai merugikan. Dalam gugatannya di MK, (22/05/2009) itu, Hanura mengaku telah kehilangan banyak suara di beberapa daerah akibat rekapitulasi penghitungan suara yang curang. Tak ayal sebanyak 15 orang kuasa hukum dari pengacara ternama seperti Gusti Randa, Elza Syarief, Teguh Samudera, Djunaidi dan Syamsul Huda diturunkan untuk mengembalikan hak-haknya terhadap suaranya yang hilang.

Sementara itu, ketua Tim pemohon dari PAN Patrialis Akbar, dalam permohonan gugatanya, menyatakan perolehan kursi PAN berkurang akibat kesalahan KPU dalam rekapitulasi penghitungan suara di beberapa daerah. Semua kasus terjadi di semua tingkatan, baik DPR, DPRD Provinsi, sampai DPRD kabupaten/kota, masing-masing 12 kasus pada 12 dapil tingkat DPR, 10 kasus tingkat DPRD, dan 28 kasus di tingkat DPRD kabupaten/kota.

Patrialis menilai, secara nasional ada sisa 40 kursi (tujuh persen) dari total 560 kursi DPR yang harus diperhitungkan dengan cara menarik seluruh sisa suara di tiap provinsi sebagaimana diamanatkan undang-undang. Menurutnya, akibat perubahan tiba-tiba cara penghitungan yang menyimpang dari ketentuan undang-undang yang berlaku itu, PAN harus kehilangan tujuh kursi. lukman/musim

0 komentar: